WAHYU BURHANI

>>>>>>>>>>>>YUUUU<<<<<<<<<<<

Sabtu, 29 November 2008

kyanya feature

Sejenak Di kandang Para Raja

Mereka tiduran di bawah rindangan pohon bambu. Dingin, sepi, tampak menakutkan. Di depannya, sebuah kali berwarna hijau lumut yang di sekitarnya di tumbuhi rumput ilalang yang panjang. Tanah lengket. Udara mendung. Awan hitam mendominan.

“cup…cup…cup…,” teriak budi, 30 tahun, memanggil Singa Afrika layaknya memanggil ayam. “ yang itu namanya Mego,” kata budi menunjuk Singa yang bangun mengarah Budi yang merupakan seorang penjaga serta pengurus Singa-Singa Afrika itu.

Sosok Budi yang terlihat dingin dengan tinggi tubuh sekitar 160an, tidak memperlihatkan bahwa dia adalah seorang penjaga serta pengurus raja hutan dari Afrika. Budi yang selalu menebarkan senyumnya dalam menjawab setiap pertanyaan, sudah delapan tahun bekerja di Taman Marga Satwa Ragunan. Setiap harinya ia selalu membersihkan serta memberi makan hewan penguasa hutan bersama dua temannya. Jam setengah empat sore, tiap harinya ketiga raja hutan itu ia beri makan.

Dengan luas sekitar 140 hektar, taman marga satwa ragunan merupakan salah satu alternative obyek wisata yang di pilih masyarakat untuk berlibur. Terutama saat libur sekolah, tempat wisata tersebut dapat di penuhi sekitar sepuluh ribu pengunjng tiap harinya yang berasal dari berbagai daerah. Dengan harga masuk Rp 3000 untuk anak-anak dan Rp 4000 untuk orang dewasa ditambah Rp 500 perjiwa untuk asuransi, Ragunan menjadi tempat wisata bagi segala kalangan.

Dari 140 hektar luas keseluruhan Ragunan, menyisakan tanah 100 meter persegi di pintu utara untuk di buatkan sebuah kandang yang di peruntukkan bagi sang raja hutan dari Afrika. Kandang raja hutan itu bersebelahan dengan kandang harimau Kalimantan.

Hanya terdapat tiga orang pengujung yang memakai seragam SMU, membuat suasana sekitar kandang tersebut tampak sangat mengerikan. Bangku-bangku yang terbuat dari semen yang di kotori dengan tempelan bekas sepatu yang berwarna merah tanah yang lengket serta suara angin yang berhembus diantara rindangnya pohon bambu membuat suasana di sekitar kandang tersebut serasa di dalam hutan.

Mega, Megi, Mego nama ketiga raja hutan yang terlahir dalam satu induk. “ tau gak bedanya singa dengan harimau ?” Tanya Budi tiba-tiba. Sambil berjalan mengitari kandang mendekati papan petunjuk, keterangan mengenai singa Afrika tersebut. Di papan terdapat tulisan; Singa Afrika; kelas = mamalia; bangsa = carnivore; suku = felidae; jenis = panthera leomassaicus; distribusi = afrika; habitat = area terbuka; patan = daging; umur = 10 tahun; status = langka., “ kalau singa gak bisa hidup satu kandang, mereka akan berantem bila satu kandang dengan singa lain yang bukan satu induk. Singa hidupnya kekeluaragaan.” Budi berjalan menuju kandang sebelah, kandang harimau “ kalau harimau bisa di jadiin satu kandang walaupun beda induk.” Lanjut Budi. “Harimau tersebut namanya Eka, Tora dan Suru,” celetuk Budi sambil jalan menuju pos jaganya yang terdapat di bawah kandang singa untuk mengambil baju.

Siang menjelang sore itu, Mego berjalan dengan tenang menuju kali yang sudah berlumut. Tatapan matanya tetap tajam kedepan. Ujung mukanya sesekali direndam kedalam kali tersebut. Menurut Budi, singa lebih cenderung berani untuk ke air dibandingkan harimau yang takut sama sekali terhadap air. Mungkin karena singa yang merupakan raja hutan yang menyebabkan ia lebih berani dari pada harimau. Kebiasaan singa itu kata budi untuk menghilangkan rasa dehidrasi yang ada pada singa.

Untuk menjaga agar Singa tersebut terhindar dari sakit, tiap harinya lima kilogram daging di berikan kepada para raja hutan tersebut. Pemberiaan prepentif pun di lakukan tiap dua bulan sekali, gunanya untuk menjaga para raja terhindar dari penyakit cacing.

Jam tangan menunjukkan pukul tiga sore. Hujan rintik-rintik kembali turun. Mego kembali ke bawah rindang bambu. Budi melangkahkan kaki ke pos jaganya menghampiri temannya yang duduk ditemani segelas kopi hangat sore hari.

Tidak ada komentar: